( Sebuah Pendekatan Semiotika )
Oleh: Najma Thalia, S.S.
A. PENDAHULUAN
Secara kodrati, manusia diciptakan berpasang-pasangan (Q.S. Ar-Ruum :
21) dengan harapkan mampu hidup berdampingan penuh rasa cinta dan kasih
sayang. Dari sini tampak bahwa sampai kapan pun, manusia tidak mampu
hidup seorang diri, tanpa bantuan dan kehadiran orang lain.
Salah satu cara yang dipakai untuk melambangkan “bersatunya†dua
insan yang berlainan jenis dan sah menurut agama dan hukum adalah
pernikahan. Masing-masing daerah mempunyai tata upacara pernikahannya
sendiri-sendiri. Dalam bahasan ini, penulis akan mencoba mendeskripsikan
tata upacara pernikahan adat Jawa dipandang dari sudut pandang
semiotika.
Pernikahan adalah suatu rangkaian upacara yang dilakukan sepasang
kekasih untuk menghalalkan semua perbuatan yang berhubungan dengan
kehidupan suami-istri guna membentuk suatu keluarga dan meneruskan garis
keturunan. Guna melakukan prosesi pernikahan, orang Jawa selalu mencari
hari “baikâ€, maka perlu dimintakan pertimbangan dari ahli
penghitungan hari “baik†berdasarkan patokan Primbon Jawa. Setelah
ditemukan hari “baikâ€, maka sebulan sebelum akad nikah, secara fisik
calon pengantin perempuan disiapkan untuk menjalani hidup pernikahan,
dengan cara diurut perutnya dan diberi jamu oleh ahlinya. Hal ini
dikenal dengan istilah “diulikâ€, yaitu pengurutan perut untuk
menempatkan rahim dalam posisi yang tepat agar dalam persetubuhan
pertama memperoleh keturunan, dan minum jamu Jawa agar tubuh ideal dan
singset.
Sebelum pernikahan dilakukan, ada beberapa prosesi yang “harusâ€
dilakukan, baik oleh pihak laki-laki maupun perempuan. Menurut Sumarsono
(2007), tata upacara pernikahan adat Jawa adalah sebagai berikut :
- Babak I (Tahap Pembicaraan)
Yaitu tahap pembicaraan antara pihak yang akan punya hajat mantu dengan pihak calon besan, mulai dari pembicaraan pertama sampai tingkat melamar dan menentukan hari penentuan (gethok dina).
- Babak II (Tahap Kesaksian)
Babak ini merupakan peneguhan pembicaaan yang disaksikan oleh pihak
ketiga, yaitu warga kerabat dan atau para sesepuh di kanan-kiri tempat
tinggalnya, melalui acara-acara sebagai berikut :
1. Srah-srahan
Yaitu menyerahkan seperangkat perlengkapan sarana untuk melancarkan
pelaksanaan acara sampai hajat berakhir. Untuk itu diadakan
simbol-simbol barang-barang yang mempunyai arti dan makna khusus, berupa
cincin, seperangkat busana putri, makanan tradisional, buah-buahan,
daun sirih dan uang. Adapun makna dan maksud benda-benda tersebut adalah
:
a. Cincin emas
yang dibuat bulat tidak ada putusnya, maknanya agar cinta mereka abadi tidak terputus sepanjang hidup.
b. Seperangkat busana putri
bermakna masing-masing pihak harus pandai menyimpan rahasia terhadap orang lain.
c. Perhiasan yang terbuat dari emas, intan dan berlian
mengandung makna agar calon pengantin putri selalu berusaha untuk tetap bersinar dan tidak membuat kecewa.
d. Makanan tradisional
terdiri dari jadah, lapis, wajik, jenang; semuanya terbuat dari beras
ketan. Beras ketan sebelum dimasak hambur, tetapi setelah dimasak,
menjadi lengket. Begitu pula harapan yang tersirat, semoga cinta kedua
calon pengantin selalu lengket selama-lamanya.
e. Buah-buahan
bermakna penuh harap agar cinta mereka menghasilkan buah kasih yang bermanfaat bagi keluarga dan masyarakat.
f. Daun sirih
Daun ini muka dan punggungnya berbeda rupa, tetapi kalau digigit sama
rasanya. Hal ini bermakna satu hati, berbulat tekad tanpa harus
mengorbankan perbedaan.
2. Peningsetan
Lambang kuatnya ikatan pembicaraan untuk mewujudkan dua kesatuan yang ditandai dengan tukar cincin antara kedua calon pengantin.
3. Asok tukon
Hakikatnya adalah penyerahan dana berupa sejumlah uang untuk membantu meringankan keuangan kepada keluarga pengantin putri.
4. Gethok dina
Menetapkan kepastian hari untuk ijab qobul dan resepsi. Untuk mencari hari, tanggal, bulan, biasanya dimintakan saran kepada orang yang ahli dalam perhitungan Jawa.
- Babak III (Tahap Siaga)
Pada tahap ini, yang akan punya hajat mengundang para sesepuh dan
sanak saudara untuk membentuk panitia guna melaksanakan kegiatan
acara-acara pada waktu sebelum, bertepatan, dan sesudah hajatan.
1. Sedhahan
Yaitu cara mulai merakit sampai membagi undangan.
2. Kumbakarnan
Pertemuan membentuk panitia hajatan mantu, dengan cara :
a. pemberitahuan dan permohonan bantuan kepada sanak saudara, keluarga, tetangga, handai taulan, dan kenalan.
b. adanya rincian program kerja untuk panitia dan para pelaksana.
c. mencukupi segala kerepotan dan keperluan selama hajatan.
d. pemberitahuan tentang pelaksanaan hajatan serta telah selesainya pembuatan undangan.
3. Jenggolan atau Jonggolan
Saatnya calon pengantin sekalian melapor ke KUA (tempat domisili calon pengantin putri). Tata cara ini sering disebut tandhakan atau tandhan, artinya memberi tanda di Kantor Pencatatan Sipil akan ada hajatan mantu, dengan cara ijab.
- Babak IV (Tahap Rangkaian Upacara)
Tahap ini bertujuan untuk menciptakan nuansa bahwa hajatan mantu sudah tiba. Ada beberapa acara dalam tahap ini, yaitu :
1. Pasang tratag dan tarub
Pemasangan tratag yang dilanjutnya dengan pasang tarub digunakan sebagai tanda resmi bahwa akan ada hajatan mantu dirumah yang bersangkutan. Tarub
dibuat menjelang acara inti. Adapun ciri kahs tarub adalah dominasi
hiasan daun kelapa muda (janur), hiasan warna-warni, dan kadang disertai
dengan ubarampe berupa nasi uduk (nasi gurih), nasi asahan, nasi golong, kolak ketan dan apem.
2. Kembar mayang
Berasal dari kata “kembar†artinya sama dan “mayang†artinya
bunga pohon jambe atau sering disebut Sekar Kalpataru Dewandaru, lambang
kebahagiaan dan keselamatan. Jika pawiwahan telah selesai, kembar mayang
dilabuh atau dibuang di perempatan jalan, sungai atau laut dengan
maksud agar pengantin selalu ingat asal muasal hidup ini yaitu dari
bapak dan ibu sebagai perantara Tuhan Yang Maha Kuasa. Barang-barang
untuk kembar mayang adalah :
a. Batang pisang, 2-3 potong, untuk hiasan. Biasanya diberi alas dari tabung yang terbuat dari kuningan.
b. Bambu aur untuk penusuk (sujen), secukupnya.
c. Janur kuning, ± 4 pelepah.
d. Daun-daunan: daun kemuning, beringin beserta ranting-rantingnya, daun apa-apa, daun girang dan daun andong.
e. Nanas dua buah, pilih yang sudah masak dan sama besarnya.
f. Bunga melati, kanthil dan mawar merah putih.
g. Kelapa muda dua buah,
dikupas kulitnya dan airnya jangan sampai tumpah. Bawahnya dibuat rata
atau datar agar kalau diletakkan tidak terguling dan air tidak tumpah.
3. Pasang tuwuhan (pasren)
Tuwuhan dipasang di pintu masuk menuju tempat duduk pengantin.
Tuwuhan biasanya berupa tumbuh-tumbuhan yang masing-masing mempunyai
makna :
a. Janur
Harapannya agar pengantin memperoleh nur atau cahaya terang dari Yang Maha Kuasa.
b. Daun kluwih
Semoga hajatan tidak kekurangan sesuatu, jika mungkin malah dapat lebih (luwih) dari yang diperhitungkan.
c. Daun beringin dan ranting-rantingnya
Diambil dari kata “inginâ€, artinya harapan, cita-cita atau keinginan yang didambakan mudah-mudahan selalu terlaksana.
d. Daun dadap serep
Berasal dari suku kata “rep†artinya dingin, sejuk, teduh, damai, tenang tidak ada gangguan apa pun.
e. Seuntai padi (pari sewuli)
Melambangkan semakin berisi semakin merunduk. Diharapkan semakin
berbobot dan berlebih hidupnya, semakin ringan kaki dan tangannya, dan
selalu siap membantu sesama yang kekurangan.
f. Cengkir gadhing
Air kelapa muda (banyu degan), adalah air suci bersih, dengan lambang ini diharapkan cinta mereka tetap suci sampai akhir hayat.
g. Setundhun gedang raja suluhan (setandan pisang raja)
Semoga kelak mempunyai sifat seperti raja hambeg para marta, mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi.
h. Tebu wulung watangan (batang tebu hitam)
Kemantapan hati (anteping kalbu), jika sudah mantap menentukan pilihan sebagai suami atau istri, tidak tengok kanan-kiri lagi.
i. Kembang lan woh kapas (bunga dan buah kapas)
Harapannya agar kedua pengantin kelak tidak kekurangan sandang, pangan, dan papan. Selalu pas, tetapi tidak pas-pasan.
j. Kembang setaman dibokor (bunga setaman yang ditanam di air dalam bokor)
Harapannya agar kehidupan kedua pengantin selalu cerah ibarat bunga di taman.
4. Siraman
Ubarampe yang harus disiapkan berupa air bunga setaman,
yaitu air yang diambil dari tujuh sumber mata air yang ditaburi bunga
setaman yang terdiri dari mawar, melati dan kenanga. Tahapan upacara siraman adalah sebagai berikut :
- calon pengantin mohon doa restu kepada kedua orangtuanya.
- calon mantu duduk di tikar pandan tempat siraman.
- calon pengatin disiram oleh pinisepuh, orangtuanya dan beberapa wakil yang ditunjuk.
- yang terakhir
disiram dengan air kendi oleh bapak ibunya dengan mengucurkan ke muka,
kepala, dan tubuh calon pengantin. Begitu air kendi habis, kendi lalu
dipecah sambil berkata “Niat ingsun ora mecah kendi, nanging mecah pamore anakku wadonâ€.
5. Adol dhawet
Upacara ini dilaksanakan setelah siraman. Penjualnya adalah
ibu calon pengantin putri yang dipayungi oleh bapak. Pembelinya adalah
para tamu dengan uang pecahan genting (kreweng). Upacara ini mengandung harapan agar nanti pada saat upacara panggih dan resepsi, banyak tamu dan rezeki yang datang.
6. Midodareni
Midodareni adalah malam sebelum akad nikah, yaitu malam melepas masa
lajang bagi kedua calon pengantin. Acara ini dilakukan di rumah calon
pengantin perempuan. Dalam acara ini ada acara nyantrik untuk
memastikan calon pengantin laki-laki akan hadir dalam akad nikah dan
sebagai bukti bahwa keluarga calon pengantin perempuan benar-benar siap
melakukan prosesi pernikahan di hari berikutnya. Midodareni berasal dari
kata “widodareni†(bidadari), lalu menjadi “midodareniâ€
yang berarti membuat keadaan calon pengantin seperti bidadari. Dalam
dunia pewayangan, kecantikan dan ketampanan calon pengantin diibaratkan
seperti Dewi Kumaratih dan Dewa Kumajaya.
- Babak V (Tahap Puncak Acara)
1. Ijab qobul
Peristiwa penting dalam hajatan mantu adalah ijab qobul
dimana sepasang calon pengantin bersumpah di hadapan naib yang
disaksikan wali, pinisepuh dan orang tua kedua belah pihak serta
beberapa tamu undangan. Saat akad nikah, ibu dari kedua pihak, tidak
memakai subang atau giwang guna memperlihatkan keprihatinan mereka
sehubungan dengan peristiwa menikahkan atau ngentasake anak.
2. Upacara panggih
Adapun tata urutan upacara panggih adalah sebagai berikut :
a. Liron kembar mayang
Saling tukar kembar mayang antar pengantin, bermakna menyatukan cipta, rasa dan karsa untuk mersama-sama mewujudkan kebahagiaan dan keselamatan.
b. Gantal
Daun sirih digulung kecil diikat benang putih yang saling dilempar
oleh masing-masing pengantin, dengan harapan semoga semua godaan akan
hilang terkena lemparan itu.
c. Ngidak endhog
Pengantin putra menginjak telur ayam sampai pecah sebagai simbol seksual kedua pengantin sudah pecah pamornya.
d. Pengantin putri mencuci kaki pengantin putra
Mencuci dengan air bunga setaman dengan makna semoga benih yang diturunkan bersih dari segala perbuatan yang kotor.
e. Minum air degan
Air ini dianggap sebagai lambang air hidup, air suci, air mani (manikem).
f. Di-kepyok dengan bunga warna-warni
Mengandung harapan mudah-mudahan keluarga yang akan mereka bina dapat berkembang segala-galanya dan bahagia lahir batin.
g. Masuk ke pasangan
Bermakna pengantin yang telah menjadi pasangan hidup siap berkarya melaksanakan kewajiban.
h. Sindur
Sindur atau isin mundur, artinya pantang menyerah atau
pantang mundur. Maksudnya pengantin siap menghadapi tantangan hidup
dengan semangat berani karena benar.
Setelah melalui tahap panggih, pengantin diantar duduk di sasana riengga, di sana dilangsungkan tata upacara adat Jawa, yaitu :
i. Timbangan
Bapak pengantin putri duduk diantara pasangan pengantin, kaki kanan
diduduki pengantin putra, kaki kiri diduduki pengantin putri. Dialog
singkat antara Bapak dan Ibu pengantin putri berisi pernyataan bahwa
masing-masing pengantin sudah seimbang.
j. Kacar-kucur
Pengantin putra mengucurkan penghasilan kepada pengantin putri berupa
uang receh beserta kelengkapannya. Mengandung arti pengantin pria akan
bertanggung jawab memberi nafkah kepada keluarganya.
k. Dulangan
Antara pengantin putra dan putri saling menyuapi. Hal ini mengandung
kiasan laku memadu kasih diantara keduanya (simbol seksual). Dalam
upacara dulangan ada makna tutur adilinuwih (seribu nasihat yang adiluhung) dilambangkan dengan sembilan tumpeng yang bermakna :
- tumpeng tunggarana : agar selalu ingat kepada yang memberi hidup.
- tumpeng puput : berani mandiri.
- tumpeng bedhah negara : bersatunya pria dan wanita.
- tumpeng sangga langit : berbakti kepada orang tua.
- tumpeng kidang soka : menjadi besar dari kecil.
- tumpeng pangapit : suka duka adalah wewenang Tuhan Yang Maha Esa.
- tumpeng manggada : segala yang ada di dunia ini tidak ada yang abadi.
- tumpeng pangruwat : berbaktilah kepada mertua.
- tumpeng kesawa : nasihat agar rajin bekerja.
3. Sungkeman
Sungkeman adalah ungkapan bakti kepada orang tua, serta mohon doa
restu. Caranya, berjongkok dengan sikap seperti orang menyembah,
menyentuh lutut orang tua pengantin perempuan, mulai dari pengantin
putri diikuti pengantin putra, baru kemudian kepada bapak dan ibu
pengantin putra.
C. TINJAUAN DENGAN PENDEKATAN SEMIOTIKA
Pendekatan yang dipakai dalam makalah ini adalah pendekatan
semiotika. Semiotika memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure
(1857-1913) dan Charles Sander Peirce (1839-1914). Keduanya
mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu
sama lain, Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serikat. Latar
belakang keilmuan Saussure adalah Linguistik, sedangkan Peirce filsafat.
Saussure menyebut ilmu yang dikembangkannya ‘semiologi’ (semiology), sedangkan Peirce menyebut ilmu yang dibangunnya ‘semiotika’ (semiotics). Dalam perkembangan selanjutnya istilah ‘semiotika’ lebih popular dari pada ‘semiologi’.
Berdasarkan hubungan tanda dan objek, Peirce membagi tanda menjadi tiga, yakni ikon (icon), indeks (index) dan simbol (symbol).
Ikon adalah sesuatu yang berfungsi sebagai tanda berdasarkan
kemiripannya dengan sesuatu yang lain. Indeks adalah sebuah tanda yang
dalam corak tandanya tergantung dari adanya sebuah ‘objek’ atau
denotatum. Simbol adalah tanda yang hubungan antara tanda dan objeknya
ditentukan oleh sebuah peraturan yang berlaku umum. Berikut penjelasan
tanda berdasarkan kenyataan hubungan dengan jenis dasarnya :
1. Ikon
Ikon merupakan tanda yang menyerupai benda yang diwakilinya, atau
suatu tanda yang menggunakan kesamaan atau ciri-ciri yang sama dengan
apa yang dimaksudkannya. Dalam hal ini cincin emas, seperangkat busana
putri dan uang merupakan ikon, karena benda-benda tersebut mewakili
benda yang sebenarnya.
2. Indeks
Indeks adalah tanda yang sifat tandanya tergantung dari keberadaanya
suatu denotasi, sehingga dalam terminologi Peirce merupakan secondness. Dengan kata lain, indeks adalah suatu tanda yang mempunyai kaitan atau kedekatan dengan apa yang diwakilinya. Dalam hal ini tarub, kembar mayang, dan tuwuhan merupakan indeks. Hal ini dikarenakan item tersebut hanya ditemui dalam upacara pernikahan adat Jawa.
3. Simbol
Simbol adalah suatu tanda, dimana hubungan tanda dan denotasinya
ditentukan oleh peraturan yang berlaku umum atau ditentukan oleh suatu
kesepakatan bersama (konversi). Cincin emas, seperangkat busana putri,
perhiasan yang terbuat dari emas, intan dan berlian; makanan
tradisional, buah-buahan, daun sirih, peningset, janur, daun kluwih,
daun beringin lengkap dengan ranting-rantingnya, daun alang-alang, daun dadap sirep, seuntai padi, cengkir gadhing,
setandan pisang raja, batang tebu hitam, bunga dan buah kapas, bunga
setaman dan sungkeman merupakan simbol. Hal ini dikarenakan
masing-masing item tersebut memiliki makna simbolis yang terkandung di
dalamnya.
D. PENUTUP
Demikianlah tata upacara pernikahan Jawa yang sampai saat ini masih
digunakan dalam pernikahan di Jawa. Jika diamati secara detail, prosesi
pernikahan di Jawa terkesan “njlimet atau rumitâ€. Hal ini
dikarenakan banyaknya perlambang yang dipakai di dalamnya. Kenyataan ini
tidak dapat dipungkiri, karena sampai saat ini masyarakat Jawa masih
senang menggunakan simbol atau perlambang dalam kehidupannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar